
DEKRIPSI.ID – SAMARINDA – Langkah strategis untuk mempertahankan eksistensi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai salah satu provinsi penyumbang atlet terbaik nasional kedepan, tidak bisa lagi bergantung pada generasi lama.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) kembali mengingatkan pentingnya pembinaan olahraga yang terstruktur dan berkelanjutan di seluruh kabupaten dan kota. Dari sekian banyak cabang olahraga (Cabor), salah satunya anggar yang terlihat minim kegiatan ataupun aktif gelar kejuaraan.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Dispora Kaltim, Rasman Rading, yang menegaskan bahwa tanpa kejuaraan-kejuaraan lokal, mustahil mencetak atlet unggulan.

“Kalau tidak ada kejuaraan di tingkat kabupaten/kota, bagaimana atlet mau berkembang? Kita butuh atmosfer kompetitif yang konsisten, bukan hanya event-event besar sesekali seperti Porprov atau PON,” tegas Rasman, Sabtu (28/06/2025).
Lanjutnya, kejuaraan di level dasar seperti antar klub atau antardaerah merupakan ruang penting untuk menjaring bibit-bibit baru dan menjaga daya saing atlet muda. Rasman menyayangkan masih banyak daerah yang belum aktif membina cabor anggar secara serius.
“Kita tidak bisa hanya bangga dengan prestasi masa lalu. PON 2016 di Jawa Barat memang kita unggul, PON 2021 di Papua juga masih bawa medali, tapi sekarang tren kita mulai menurun. Kalau ini dibiarkan, kita akan tertinggal,” ucapnya.
Dispora Kaltim melihat bahwa salah satu penyebab mandeknya prestasi adalah tidak aktifnya sejumlah daerah dalam menyelenggarakan kejuaraan dan membentuk klub binaan. Padahal, menurut aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI, sebuah kabupaten/kota harus memiliki minimal dua klub olahraga untuk setiap cabang yang ingin dikembangkan.
“Kalau tidak ada klub, bagaimana mungkin ada pembinaan? Dan kalau tak punya pembinaan, secara organisasi daerah itu bisa gugur sebagai anggota KONI. Ini bukan sekadar administrasi, tapi soal keberlangsungan prestasi,” jelas Rasman.
Ia menambahkan, di tingkat provinsi, minimal harus ada lima kabupaten/kota yang aktif membina satu cabang olahraga agar dapat dipertandingkan dalam Porprov atau didorong ke tingkat PON. Jika syarat ini tak dipenuhi, maka olahraga tersebut berisiko dikeluarkan dari sistem kompetisi resmi.
Rasman juga mengingatkan bahwa Kaltim kini sudah memiliki fasilitas anggar yang cukup representatif. Namun, fasilitas tanpa prestasi hanya akan menjadi beban pembiayaan tanpa hasil.
“Kita sudah punya gedung representatif, tetapi kalau atletnya tidak dilatih, tidak bertanding, dan tidak berkembang, maka kita akan rugi besar. Ini bukan soal bangunan, tapi tentang bagaimana menjadikan fasilitas itu sebagai rumah pembinaan,” ungkapnya.
Dalam konteks inilah, Dispora Kaltim menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Keberhasilan pembinaan olahraga, kata Rasman, tidak bisa dibebankan pada satu pihak saja.
Semua pihak ditegaskannya, harus bekerja sama, pemerintah, KONI, pengurus cabor, pelatih, klub, dan masyarakat. Ia juga menekankan perlunya perencanaan jangka panjang.
“Pembinaan tidak bisa instan. Harus terencana, bertahap, dan berkelanjutan. Kalau tidak, kita hanya akan mengulang-ulang kejayaan masa lalu tanpa fondasi untuk masa depan,” katanya.
Dispora Kaltim kini tengah menyusun skema insentif dan pembinaan yang lebih terintegrasi, termasuk mendorong lahirnya lebih banyak klub-klub resmi yang bisa menjadi wadah pembinaan atlet usia dini.
“Kami siap mendampingi, tapi harus ada kemauan dari daerah. Jangan menunggu perintah atau hanya aktif ketika event besar sudah dekat. Atlet butuh ruang latihan, butuh bertanding, butuh merasa dihargai,” pungkas Rasman. (*)














Komentar